Kabaena, Gunungnya Tinggi, ombak dilaut sama ratanya |
Sebagai salah contoh, kebanyakan masyarakat kabaena kepulauan sampai detik ini, yang terpatri dalam jiwa-jiwa mereka adalah mereka masih menganggap bahwa "Kabaena" itu adalah bagian dari jajahan Tanah kesultanan buton. ini adalah warisan pemahaman yang keliru yang dititipkan oleh sebagian besar tokoh adat terdahulu yang menurut hemat penulis, ini adalah salah satu problem yang perlu dikaji kebenarannya, berdasarkan sumber-sumber dan fakta fakta sejarah yang real, dan tentunya tanpa adanya muatan unsur-unsur politik. sampai hari ini, berdasarkan fakta dan temuan penulis dilapangan, bahwa kebanyakan masyarakat kabaena/ Miano tokotu'a merasa minder dengan warisan pemahaman semacam ini, sehingga membuat rasa keterasingan mereka makin memuncak ketika mereka diperhadapkan dengan masyarakat buton, entah itu dalam prosesi adat perkawinan, pentas politik, dan kehidupan sosial lainnya. sehingga akibat problem ini, perlahan-lahan muncul sugesti dalam diri masyarakat miano tokotu'a bahwa mereka kehilangan kebanggaan sebagai masyarakat kabaena (Miano Tokotu'a).
Mengapa bisa timbul rasa kurang bangga sebagai masyarakat kabaena? dan mengapa dalam setiap perhelatan apapun, kalimat "aku bangga jadi miano tokotu'a" tidak pernah berkumandang?? menurut penulis jawabannya adalah karena kecelakaan berfikir mereka dalam memahami sejarah dan budaya mereka sendiri dan adanya warisan pemahaman yang menurut penulis keliru yang dititipkan oleh sebagian orang-orang terdahulu (Miano Tokotu"a mperiouno) kepada generasi penerus yang sampai hari ini masih tertanam dalam benak mereka. apa saja yang keliru itu menurut penulis??? penulis akan mengupasnya disini secara singkat, padat, dan jelas.
Hal ini bermula ketika banyak masyarakat kabaena yang memahami bahwa "Kabaena " itu dulunya adalah jajahan tanah buton atau wilayah kekuasaan buton. hal inilah yang menurut penulis perlu dikaji kebenarannya secara empiris. mereka menafsirkan bahwa setoran upeti/pajak beras yang diberikan oleh para mokole di Kabaena kepada pihak kesultanan buton adalah sebagai bentuk sebagai daerah jajahan. padahal, kalau kita mau membuka tabir sejarah yang sebenarnya lebih jauh, bahwa proses pemberian upeti/hasil bumi kabaena itu bermula ketika di angkatnya Sapati manjawari sebagai sapati di kabaena oleh Sultan murhum kaimuddin khalifathul khamis. menurut hemat penulis, bahwa sebelum Sultan Murhum itu menjabat sebagai Sultan Pertama di tanah Buton, Murhum, yang punya nama lain laki laponto itu adalah sahabat karib Sapati Manjawari yang menguasai wilayah kabaena kepulauan. persahabatan erat yang terbangun antara kedua tokoh ini, itu jauh hari sebelum laki laponto menjabat sebagai sultan pertama ditanah buton. Karena persahabatan yang erat antara dua tokoh ini, sehingga La Bolontio/bajak laut yang sakti beserta balatentaranya di pukul mundur oleh Laki Laponto dengan bantuan Manjawari (saat itu belum bergelar sapati). sehingga kisah tragis kematian Labolontio bajak laut yang sakti mandraguna tersebut yang gemar membuat kekacauan disekitar wilayah kerajaan buton saat itu mengantarkan Laki Laponto yang merupakan sahabat karib Manjawari tersebut menjadi Sultan Pertama di tanah Buton, bergelar Sultan Kaimuddin Khalifathul Khamis.
Karena kedekatan emosional antara Lakilaponto (Sultan murhum) dengan Manjawari inilah, sehingga Manjawari diangkat menjadi Sapati manjawari, yang menguasai wilayah kabaena kepulauan. karena kedekatan inilah, sehingga Sapati Manjawari saat itu ketika masa panen tiba, sebagian hasil beras yang ada di pulau kabaena itu di berikan kepada kesultanan buton saat itu sebagai ucapan rasa syukur karena kabaena dianugrahi oleh tuhan sebagai pulau yang memiliki tanah yang subur, sehingga hasil beras melimpah, nah inilah yang menjadi cikal bakal nama kabaena, yang sebenarnya bernama 'KOBAENA/KOBAENO" yang artinya penghasil beras. akibat kedekatan sultan murhum dengan Sapati Manjawari inilah, sehingga Sultan murhum juga menikahi anak dari Sapati Manjawari, sehingga melahirkan anak yang bernama "LA SANGAJI" sultan buton ke 3. insyaallah penulis tidak keliru, kalau keliru, mohon diluruskan..
Perlu Teman-teman ketahui, bahwa di ruang lingkup kesultanan BUTON, bahwa jabatan yang bergelar kaommu (La Ode)/ keturunan pemimpin saat pembagian kasta , hanya ada tiga jabatan.. yaitu Sultan, Kapitalao, Dan Sapati. jabatan ini harus dipegang oleh keturunan kaommu berdasarkan aturan adat kesultanan buton. yang menjadi pertanyaan, kalau kita konsisten dengan sejarah mengapa manjawari bisa menjabat sebagai Sapati??? apakah ini ada kaitannya berdasarkan diskusi kalangan terbatas masyarakat adat kabaena sesungguhnya Manjawari itu anak dari La Pati?? dan mengapa jauh sebelum terbentuknya kerajaan buton, hubungan kekerabatan antara manjawari dan lakilaponto(Murhum) sudah terjalin erat?? sampai memukul mundur dan membuat pasukan labolontio babak belur??
Inilah merupakan sebuah kecelakaan berpikir masyarakat kabaena kepulauan hari ini yang menggerogoti para kaum muda dan kaum tua yang tidak memahami sejarah atau tidak memiliki nalar kritis dalam mempelajari sejarah berdasarkan sumber dan bukti-bukti yang ada, entah lewat tulisan, atau yang lain-lain. perlu diketahui, bahwa kisah hikayat 3 kesatria yang memukul mundur pasukan labolontio itu salah satu diantaranya adalah Sapati manjawari. maka dari itu, menurut hemat penulis, masyarakat kabaena/Miano tokotu'a perlu memahami sejarah yang sebenarnya sehingga Rasa Ketidak banggaan sebagai miano tokotu'a itu perlahan-lahan sirna dan menghilang, karena hal itulah yang menurut hemat penulis sangat menggerus sendi-sendi kehidupan sosial, politik, budaya, yang membuat masyarakat kabaena kepulauan terkungkung dalam keterasingan. bung karno berkata: JAS MERAH!!! jangan sekali-sekali melupakan sejarah, sejarah yang keliru perlu diluruskan...
Penulis : Muhammad Karunia Djafar/Prabu Kane Al'Halaj |