Buat saya trilogi The Godfather bukan saja sebuah film yang
menghibur tapi juga “mendidik”. Itulah sebabnya menonton film ini tidak bisa
hanya sekali dan harus menonton keseluruhan film dari part I sampai part III
secara lengkap. Karena banyak alur cerita yang hanya bisa di tangkap setelah
kita menonton part berikutnya. Begitupun banyak adegan yang baru bisa kita
cerna maknanya setelah kita flashback ke dialog yang terjadi di part
sebelumnya. Maka bila kita hanya menonton sepenggal-sepenggal, walhasil tidak
akan lengkap kita mendapat hiburan yang mendidik dari film ini.
Film yang disutradarai oleh Francis Ford Coppola ini memang
bertaburan bintang-bintang dengan kualitas akting yang oke ditambah alur cerita
yang brilian. Kentara sekali kepiawaian sang sutradara menterjemahkan novel nya
yang juga laris kedalam sebuah film dengan alur yang bukan saja menghibur tapi
benar-benar secara nyata menggambarkan sosok Don Vito Corleone – seorang
pemimpin organisasi mafia yang bermarkas di New York – kedalam sosok seorang
God Father mafia yang nyaris sempurna. Cerdik sekaligus humanis. Dengan
karakter seperti itu pantas bila kita, penonton, akan lantas memberikan atensi
yang positif kepada sosok Don Corleone ini sekalipun kita menyadari bahwa
sebagai pemimpin organisasi mafia ia kerapkali menggunakan kekuasaannya untuk
melakukan berbagai tindakan kekerasan. Seorang penjahat yang elegan kalau teman
saya bilang.
Lantas “pendidikan” apa yang saya peroleh dari menonton
trilogi The Godfather ini?. Yang pertama : saya menilai sosok Don Corleone
adalah bukan sosok orang yang sekedar memiliki nyali dan tidak takut mati.
Sebagai pemimpin organisasi mafia sudah pasti dia harus siap mati kapan saja
dan dimana saja. Tapi ia memiliki kecerdasan untuk tetap bisa bertahan hidup
ditengah-tengah ancaman lawan dan seteru nya. Lihat saja ketika ia memutuskan
untuk membunuh lawannya yaitu Don Fanucci. Sebelumnya dengan sangat teliti dan
hati-hati ia menyelidiki latar belakang sang lawan. Ketika sampai akhirnya ia
mengetahui bahwa dia bukan seorang boss mafia yang sesungguhnya, maka tak segan
ia menghabisi lawannya tersebut. Pelajaran yang bisa diambil dari hal ini
adalah : tahu diri. Tahu akan kemampuan diri sendiri dan seberapa besar
kemampuan lawan. Ini berguna dalam hidup dan bisnis. Seperti Don Corleone yang
tahu betul kemampuan lawan sebelum menghabisinya, yang bukan saja membuat
kekuasaan dirinya bertambah besar setelah itu, tapi juga sekaligus ia bisa
menghindari upaya balas dendam dari lawan karena sang lawan akan berfikir dua
kali bila akan melakukan aksi balas dendam.
Yang kedua adalah : manajemen organisasi yang baik. Tak
banyak yang menyadari bahwa dibalik sosok Don Corleone yang ambisius dan
bernyali tinggi, ia memiliki kecerdasan dalam berbisnis terutama dalam hal
memanajemen anak buah. Saya ingat cerita diawal-awal film ketika dia mengatakan
kepada dua orang kepercayaannya yaitu Peter Clemenza dan Salvatore Tessio bahwa
sebaiknya mereka jangan terlihat tampil bersama-sama di muka umum. Ini
dimaksudkan untuk tujuan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi
menimpa mereka dan organisasi. Tapi setelah melewati part ke II dari film The
Godfather ini, baru saya ngeh maksud Don Corleone lebih pada menjaga keamanan
dirinya sendiri. Ia tidak ingin bila kedua temannya tersebut terlalu “dekat”
sehingga suatu saat akan berbalik mengancam dirinya dan kekuasaan yang
dibangunnya. Hal yang seringkali dan rentan terjadi dalam dunia mafia.
Begitupun dalam hidup dan bisnis. Terkadang teman yang sudah kita percayai akan
balik menyerang kita bukan? Ini pelajaran lain yang bisa diperoleh lewat film
ini.
Dan yang ketiga, ini pelajaran yang paling saya suka :
family is everything. Coba perhatikan dari awal sampai akhir film, banyak
sekali part yang menggambarkan kecintaan sang Godfather kepada keluarganya.
Terlebih untuk anak-anaknya. Don Corleone sudah merencanakan banyak hal yang
baik kepada anak-anaknya. Dan betapa dia sangat mengenal karakter dari
masing-masing anak-anaknya sehingga semua rencana yang ia buat tak lepas dari
sifat dan bakat anak-anaknya. Yang menarik adalah sedari awal dia tidak
melibatkan anak tertua nya, Michael Corleone, kedalam bisnis mafia yang
dipimpinnya. Ini karena ia melihat bakat besar dalam dirinya yang bisa menjadi
seseorang “di jalur yang baik-baik”. Oleh karena nya dia mengarahkan Michael
menjadi seorang gubernur, senator bahkan presiden. Dia sangat menyadari bahwa
keluarga adalah harta yang paling berharga yang bisa melanjutkan harkat dan
martabatnya.
Kesimpulannya adalah, saya menghormati sosok Don Corleone
ini bukan sebagai pemimpin organisasi mafia yang sukses (bayangkan New York
adalah tempat yang kejam bagi organisasi mafia untuk tempat hidup), tapi juga
sosok pemimpin yang bukan cuma ahli bernegosiasi, yang selalu bisa memberikan lawannya penawaran yang tidak bisa
ditolak, tapi juga selalu mengenal siapa lawan, siapa kawan dan tahu segala
resiko. Dia juga selalu bertindak ekstra hati hati, dia seperti pemain catur
yang sudah berpikir 10 langkah kedepan ketika kamu baru berpikir mau maju
dengan pion yang mana. Dan itu semua ia miliki karena ia mempunyai cinta yang
sangat besar kepada keluarganya dan tentu saja keluarga yang hebat sebagai
pendorong motivasinya dalam hidup. baca juga 10 kode etik Mafioso (pria terhormat)
Penulis : MKD La Cossa Nostra Panatagama