Abdul Janur :" Sampah di Politisir, Kadang "Politik" Berbau Sampah"
Kendari, www.pembasmihoax.club Busuk, tumpukkan sampah itu busuk. Dalam tongnya tidak lagi menyoal barang bekas, telah juga terisi dengan "ngomel-ngomel" berkonten politis. Memang rakyat ialah tuannya, jangan keblablasan hingga kita "menjajah" penguasa. Cari yang lain selain sampah, agar tak ketahuan kalau persepsi yang dibangun itu hanya bermodal sampah. Bila kesadaran tak kunjung terbentuk, ditambah ketidaktegasan pemerintah, sumpah; menyoal sampah itu "garing".
Coba tengok yang lain, soal infrastruktur misalnya. Tentang hak kita agar menikmati jalan yang mulus, tanpa perlu khawatir pada becek dan lubang jalan raya. Tengok pula sisi yang lain, soal lapangan kerja misalnya, tentang hak kita untuk mendapatkan pekerjaan yang laik tanpa perlu resah karena harus pergi jauh meninggalkan tanah kelahiran, tanpa perlu membebani diri akan rindu pada kerabat dan sanak keluarga. Tengok yang lain, soal pelayanan kesehatan misalnya, tentang hak kita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan kualitas yang baik dan prima tanpa harus di "rujuk-rujuk" keluar daerah dengan biaya kesehatan "selangit". Tengok yang lain, agar isi kepala kita bertambah, tidak hanya terisi rongsokan sampah.
Kita butuh leadership yang berfikir universal komprehensif. Agar daerah ini punya cita-cita, ada sesuatu yang hendak dicapai, ada grand desain yang membentuk paradigma pikirnya. Hendak dia kemanakan tanah beserta orang-orang yang dipimpinnya. Bila nahkoda punya peta dan kompas agar ia tau arah dan dermaga tujuan, agar dia tidak kandas oleh batu karang dan tenggelam. Maka pemerintah wajib punya planing, wajib punya tema besar, cita-cita besar agar ia tau esensi dari kebijakannya, agar ia dapat menjadi solusi dari setiap problematika sosial yang mengikat leher rakyatnya.
Tau tidak, sebagian rakyat masih berspekulasi tentang kelanjutan hidupnya esok hari, hari ini dapat makan sudah cukup, besoknya masih "abu2". Semua kembali ke nafsi-nafsi, selamatkan diri masing-masing. Bila punya jiwa rantau yang kuat, maka keluarlah tinggalkan kampung halaman, dalam kondisi itu dimana eksistensi pemerintah dan wakil-wakil kita. Tentu masih bergelut dengan project.
Masih dalam kegamangan itu, muncul lagi satu tokoh yang hadir "seolah-olah", sedang di tempatnya masih "berantakkan". Jangan tambah "menyampah" di tanah ini, rakyat tidak sanggup lagi menahan baunya, apalagi dengan gaya-gaya otoriterianisme. Cukup..!!
*Selamat berbuka puasa ; See You 2020* 😉
Sumber : Laman Facebook Abdul Janur, Mantan Ketua Keppmi Muna Makassar